Gebyar perfilman Indonesia

Dunia perfilman tanah air masih heboh. Setelah pihak Festival Film Indonesia memutuskan untuk memenangkan film kontroversial yang sempat dicekal, Kucumbu Tubuh Indahku karya sutradara gaek Garin Nugroho sebagai jawara perhelatan tahun ini. Bukan sekadar satu atau dua kategori yang dimenangkan oleh Kucumbu. Dari 12 nominasi yang diraih oleh film yang dibintangi oleh Muhammad Khan ini, Kucumbu total memborong delapan piala. Termasuk film terbaik, sutradara terbaik, dan aktor terbaik.

Gebyar akbar yang didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini sebenarnya beralasan memenangkan Kucumbu. Meski penulis belum menonton secara langsung film yang mengambil tema kebudayaan lokal Jawa ini, penulis yakin bahwa film tersebut adalah film berkualitas tinggi. Menilik Garin Nugroho bukanlah sutradara kemarin sore yang baru belajar membuat film. Garin adalah sutradara senior yang sangat dihormati di dunia perfilman. Bahkan di luar negeri.

Masalah datang bukan dari aspek teknis film. Masalah datang dari pengusungan tema yang berani menyempilkan suatu hal yang sangat tabu di kalangan masyarakat. Sebut saja, LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender) yang sudah jadi masalah panas yang dibahas dalam empat-lima tahun terakhir. Hal inilah yang membuat film ini dicekal. Bahkan di beberapa daerah, pemutarannya sampai harus dibubarkan oleh kawanan massa.

Dalam pidato kemenangannya mewakili mertuanya, Ifa Isfansyah menyampaikan harapan agar ke depannya sineas Indonesia lebih banyak lagi menyoroti soal isu kemanusiaan.

“Karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan serta penghakiman massal atas sebuah karya harus dihapuskan demi kemanusiaan, keperikemanusiaan, dan perikeadilan. Merdeka film Indonesia!” ucapnya, disambut tepuk tangan meriah.

Jika menyoal tentang 'isu LGBT' yang menggerogoti Kucumbu, film yang menyoroti budaya lengger di Banyumas ini sebenarnya jauh panggang dari api. Film ini tidak sedang mempromosikan hal tabu itu. Apalagi bila dibandingkan dengan film karya Nia Dinata, Arisan! yang menampilkan pasangan gay secara eksplisit.

Bilang saja karakter Sakti (Tora Sudiro) dan Nino (Surya Saputra) yang merupakan pasangan gay paling fenomenal di jagat sinema tanah air. Masalahnya, saat itu isu ini bukanlah isu sensitif sepeeti saat ini. Saat itu, masyarakat tergolong biasa saja menyikapinya. Bahkan film arahan Nia Dinata itu mendapatkan serial televisinya sepanjang 39 episode.

15 tahun berlalu dan pengaruh kelompok konservatif pada masyarakat menguat. Hingga akhirnya kejasian rusuh inipun terjadi. Sesuatu yang disesali opeh Nia Dinata.

Tahun 2016 tercatat sebagai tahun terburuk bagi kaum rentan ini. Dua orang menteri misalnya mempunyai pendapatnya sendiri soal kaum pelangi. Menteri Ristekdikti Muhammad Nasir yang melarang LGBT masuk kampus dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang menyebutkan homoseksualitas lebih berbahaya fari perang nuklir.

Kini, meskipun beberapa sudah menerima (aues) tidal ambil pusin), kemenangan Kucumbu di ajang sekelas FFI memberikan suatu kode di perfilman lokal. Sineas kita sudah mulai berani. Semoga saja gentar itu semakin bersuka.

Komentar

Postingan Populer