Khayal

Premis satu: Aku pergi ke Tokyo
Premis dua: Tokyo berada di Jepang
Simpulan: Aku pergi ke Jepang

Itu adalah salah satu contoh logika matematika yang umum diterapkan. Logika berurut seperti ini sering diajukan di soal-soal ujian masuk perguruan tinggi. Logika sederhana tetapi dianggap dapat mengukur daya berpikir calon mahasiswanya.

Padahal, pada dasarnya pola logika seperti ini itu memiliki rumusnya. Dan kadangkala hal-hal seperti ini menimbulkan paradoks. Misalnya: jika premis pertamanya, aku cinta dia. Premis keduanya, dia cinta kamu. Maka, aku cinta kamu. Yang sebenarnya belum tentu valid.

Logika ini sebenarnya terlihat dangkal. Membuat asaku jadi bimbang karena habis waktu untuk memahaminya. Dalam banyak kesempatan, akhirnya aku mencoba untuk melepaskan kesempatan itu begitu saja. Melepaskan kesempatan untuk terjebak dalam dunia penuh aturan-aturam baku.

Pernah asaku terbentur beberapa ego manusia lain. Terbentur dengan keinginan-keinginan lain yang punya banyak permintaan. Terkadang, aku akan menolak untuk membantu ego-ego mereka. Aku akan lebih memilih untuk memoles egoku. Membuat egoku menjadi yang paling maju di antara berbagai pemilik perdaban. Sebuah hal yang terikat di peradaban.

Seperti judul tulisan ini, rangakaian kata yang kususun menjadi kalimat di sini semuanya adalah khayal. Abstrak. Tulisan yang kubuat di sini akan terasa surealis. Bukan. Bukan karena aku pesulap pemain kata-kata yang hebat menggumpalkan rangakaian kata dalam bentuk-bentuk tak tentu. Aku bukan orang seoetti itu.

Aku adalah orang yang lebih gila dari pada sekadar pengkhayal. Mungkin kegilaan beberapa orang yang pernah kunikmati karunya di atas tanah ini adalah penyebab mengapa tulisan ini akhirnya bisa tercipta di atas dunia. Taika Waititi dan kegilaannya mungkin salah satunya. Atau Edwin dengan karya-karya surealisnya.

Mungkin saja memang aku sudah gila dari awal. Tanpa orang-orang itu. Cukup dengan aku. Aku. Aku. Dan aku.

Komentar

Postingan Populer